Masa
Pemerintahan Gus Dur
Masa
pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid atau yang sering kita sebut dengan Gus Dur
dimulai dari sidang umum MPR yang diselenggarakan pada tanggal 1-21 Oktober
1999 yang menghasilkan agenda sebagai berikut :
1. Mengangkat
Amien Rais sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai ketua DPR untuk periode
1999-2004.
2. Pembacaan
pidato pertanggungjawaban Presiden B.J Habibie. Pidato pertanggung jawaban
tersebut ditolak oleh segenap anggota dengan menggunakan votting. Suara yang menolak
355, yang menerima 322, absen 9, dan tidak sah 4. Dengan demikian B.J Habibie
tidak dapat maju mencalonkan diri menjadi Presiden RI selanjutnya.
3. Pemilihan
presiden RI yang baru. Calon yang maju dari PDIP (Megawati Soekarnoputri), PKB (K.H Abdurrahman Wahid), dan
dari Bulan Bintang (Yusril Ihza Mahendra), namun pada detik - detik terakhir
Yusril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Karena takut suara islam terpecah
menjadi dua pada Gus Dur dan dirinya, sehingga bisa dipastikan Megawati akan
menjadi presiden RI yang ke-4. Dari hasil pemilihan Presiden yang
dilaksanakan secara votting, tanggal 20 Oktober 1999, K.H Abdurrahman Wahid
terpilih menjadi Presiden RI ke-4.
4. Pada
tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan wakil Presiden, dengan calonnya
Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan wakil presiden dimenangkan
Megawati Soekarnoputri.
Dari hasil sidang
istimewa tersebut, dapat disimpulakan bahwa Gus Dur menjadi Presiden RI ke-4
dengan Megawati Soekarnoputri sebagai wakilnya yang sah untuk masa bakti
1999-2004.
Pidato pertama Gus
Dur setelah terpilih sebagai Presiden, berisi tugas – tugas yang akan
dijalankan antara lain sebagai berikut :
a) Peningkatan
pendapatan rakyat.
b) Menegakkan
keadilan dan mendatangkan kemakmuran.
c) Mempertahankan
keutuhan bangsa dan Negara.
Pada
pemerintahan Gusdur, beliau membentuk kabinet yg disebut Kabinet Persatuan
Nasional. Ketika itu Gusdur memberikan kebebasan pada rakyat untuk
berpendapat dan memberikan kesempatan kepada kaum minoritas di Indonesia.
Namun karena hal tersebut, masyarakat mulai mengalami kebingungan dan
kebimbangan mengenai benar tidaknya suatu hal. Sebab, pemerintah sendiri juga
tidak pernah tegas dalam memberikan pernyataan terhadap suatu masalah.
Pasangan K.H
Abdurrahman Wahid – Megawati membentuk Kabinet Persatuan Nasional (KPN) yang
dilantik pada tanggal 28 Oktober 1999. Presiden juga membentuk Dewan Ekonomi
Nasional (DEN) dengan tujuan untuk memperbaiki ekonomi yang belum
pulih akibat krisis yang berkepanjangan dengan susunan sebagai berikut:
· Ketua
: Prof. Emil Salim
· Wakil
: Subiyakto Cakrawerdaya
· Sekertaris
: Dr. Sri Mulyani Indrawati
· Anggota
: Anggito Abimanyu, Sri Adiningsih, Bambang Subianto
Gus Dur saat
menjalankan pemerintahan mengalami banyak persoalan, karena itu adalah warisan
dari Pemerintahan Orde Baru. Salah satu permasalahan yang sangat menonjol
adalah masalah KKN, pemulihan ekonomi, masalah Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN), kinerja BUMN, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs
Rupiah, masalah jaringan pengaman social (JPS), penegakan hukum, penegakan HAM.
Belum tuntas
mengatasi persoalan ORBA, pemerintahan Gus Dur dihadapkan pada persoalan –
persoalan kebijakannya yang dinilai banyak kalangan sangat controversial.
Adapun kebijakan – kebijakan tersebut antara lain :
a) Pemberhentian
Kapolri Jendral (pol.) Roesmanhadi yang dinilai tidak mampu mengantisipasi
terjadinya pembakaran sekolah Kristen STT Doulos.
b) Pemberhentian
Kapuspen Hankam Mayjen. TNI Sudrajat yang diganti dengan Marsekal Muda TNI
Graito dari TNI AU. Pemberhentian tersebut dilatarbelakangi oleh pernyataan
Mayjen. Sudrajat bahwa Presiden bukan Panglima Tinggi TNI.
c) Pemberhentian
Wiranto sebagai Menkopolkam yang dilatarbelakangi hubungan yang tidak harmonis
antara Wiranto dan Presiden K.H Abdurrahman wahid. Ketidakharmonisan itu muncul
ketika presiden mengizinkan dibentuknya Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM
untuk menyelidiki para jendral termasuk Wiranto dalam kasus pelanggaran HAM di
Timor Timur. Kemudian pada tanggal 13 Februari 2000 presiden mengeluarkan
perintah untuk menonaktifkan Wiranto dari jabatan Menkopolkam.
d) Mengeluarkan
pengumuman tentang adanya menteri - menteri Kabinet Persatuan Nasional yang
terlibat KKN.
e) Gus
Dur juga ingin mengadakan referendum Aceh, untuk memilih merdeka atau bergabung
dengan RI. Namun hal ini dibantah oleh pemerintah Karena bila diadakan jajak
pendapat, maka kemungkinan besar raykat aceh akan memilih untuk merdeka. Lalu
Gus Dur mengurungkan niatnya, dan hal ini membuat rakyat Aceh kecewa hingga
dibentuklah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
f) Pada
akhir 1999 presiden menyetujui nama Papua sebagai ganti Irian Jaya dan
menyetujui pengibaran Bendera Bintang Kejora sebagai bendera Papua.
Dalam suasana sikap pro dan kontra masyarakat atas
kepemimpinan presiden K.H Abdurrahman Wahid muncul kasus Bulog Gate dan
Brunei Gate.
Bulog Gate
Kasus Buloggate begitu terkenal karena
sering kali menjerat petinggi-petingggi negara. Kasus-kasus yang melibatkan nama
Badan Urusan Logistik (Bulog) serta jajaran pimpinannya sejak lama sudah
mengemuka. Kasus ini melibatkan Yanatera (Yayasan Bina Sejahtera) Bulog yang
dikelola oleh mantan Wakabulog Sapuan. Sapuan akhirnya divonis 2 tahun penjara
dan terbuksi bersalah menggelapkan dana non bujeter Bulog sebesar 35 milyar
rupiah.
Keterlibatan Presiden Gus Dur sendiri
baru terungkap secara terbatas, yaitu adanya pertemuan antara Presiden dan
Sapuan (Wakil Kepala Bulog) di Istana. Dalam pertemuan itu, Presiden menanyakan
dana nonbudgeter Bulog dan kemungkinan pengunaannya. Sapuan mengatakan, dana
nonbudgeter itu ada, tetapi penggunaannya harus melalui keppres (keputusan
presiden). Keterlibatan Gus Dur baru terungkap sebatas itu. Memang dalam kasus
ini terlihat kental sekali nuansa politik dari pada persoalan hukum itu
sendiri.
Brunei Gate
Brunei gate adalah kasus penyaluran
dana Sultan Brunei yang diserahkan kepada pengusaha yang dekat dengan
Presiden Wahid, yaitu Ario Wowor. Keterlibatan Presiden Wahid dalam
kasus itu, kata Bactiar tentu saja ada. Namun tidak ada keterlibatan Presiden
meminta dana ke Brunei. ”Gus Dur hanya memberi pertimbangan kepada Ario Wowor
tentang pendistribusian dana. saat itu memang Ario melaporkan kepada Presiden
tentang dana yang diperolehnya dari Brunei. “Ketika itu Gus Dur bilang, Ya
sudah, berikan saja ke Masnuh untuk dibagikan kembali ke LSM yang membutuhkan,”
Selain itu kedutaan Besar Brunei di Indonesia telah menyatakan dana Rp 2 juta
dolar adalah uang pribadi Sultan, dan bukan uang negara. Kejakgung saat itu
sudah menyimpulkan tak ada keterlibatan Presiden Gus Dur
Walaupun tidak terbukti melalui
pengadilan, skandal ini mengakibatkan kredibilitas rakyat terhadap presiden
semakin turun. Serta perekonomian yang tidak berkembang meskipun
mempunyai ahli ekonomi yang handal. Karena Gus Dur sibuk pergi ke luar negeri.
Puncak kekecewaan DPR
dibuktikan dengan dikeluarkannya memorandum I untuk presiden pada tanggal 1
Februari 2001. Namun beliau tidak hadir dalam siding tersebut. Karena DPR
dianggap sebagai Taman Kanak-Kanak (TK).Kemudian DPR kesal dan kembali
mengeluarkan memorandum II pada tanggal 30 April 2001. Namun hal ini tidak jauh
beda dengan memorandum sebelumnya. Akhirnya Presiden datang tetapi tidak untuk
berniat untuk melakukan sidang tersebut (hanya sekedar datang lalu pulang).
Sikap MPR
justru semakin tegas saat Gusdur secara sepihak mengganti Kapolri Koirudin
Ismail menggantikan Suruyo Bimantoro, karena tidak sependapat dengan Gusdur.
Seharusnya Gusdur meminta pendapat DPR, oleh karena itu DPR merasa dilecehkan
oleh presiden dan meminta MPR untuk bertindak tegas melaksanakan sidang
istimewa. Namun presiden menolak rencana tsb dan menyatakan sidang istimewa MPR
tidak sah dan ilegal.
Di lain
pihak pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus PKB mulai
mendekati dan mendorong wapres megawati untuk menjadi presiden. Oleh karena itu
gusdur menengarai adanya persengkokolan oleh para elit politik untuk
menjatuhkanya. Akhirnya presiden mengeluarkan dekrit presiden meski tidak
mendapatkan dukungan yg penuh dari kabinetnya. Dekrit presiden tanggal 23 juli
2001 yg berisi :
1. Membekukan
MPR dan DPR RI
2. Mengembalikan
kedaulatan ke tangan rakyat dan menyusun badan – badan untuk menyelenggarakan
Pemiludalam waktu satu tahun
3. Membekukan
partai Golkar
Amien Rais selaku
Ketua MPR menolak secara tegas dekret tersebut, dan ternyata dekret tersebut
hanya didukung oleh NU dan PKB. Namun hal ini juga tidak mendapat dukungan dari
TNI dan Polri.
Pemerintahan Gus Dur
Mulai runtuh dengan adanya Sidang istimewa yang dipercepat MPR oleh usulan DPR.
Dalam sidang tersebut MPR menilai Gus Dur telah melanggar Tap No. VII/MPR/2000,
karena menetapkan Komjen (pol) Chaeruddin sebagai pemangku sementara jabatan
kepala Polri.
Bangsa
Indonesia menanggapi penuh dengan kebimbangan dan MPR menyatakan bahwa dekrit
itu tidak sah dan presiden dengan jelas melanggar haluan negara yg diembannya.
MPR yg didukung dengan Fatwamah MA langsung membacakan Fatwa tsb dalam sidang
istimewa MPR. Akhirnya MPR setuju untuk memberhentikan Presiden Gusdur.
Selanjutnya dalam
Sidang Istimewa MPR tanggal 23 Juli 2001, MPR memilih Megawati Soekarnoputri
sebagai Presiden RI menggantikan Presiden K.H Abdurrahman Wahid dan Hamzah Haz
sebagai Wapres RI, maka berakhirlah kekuasaan Presiden K.H Abdurrahman Wahid.
Kini Beliau telah tiada dan dimakamkan di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang
Jawa Timur.
Komentar